Friday, July 1, 2011

Naskah Monolog Sepi Karya Putu Wijaya

Cuplikan Naskah Monolog Sepi Karya Putu Wijaya sebagai beikut.

Aku hampir saja tertawa ngakak karena bangga, tapi dokter menggelengkan kepala.  Tidak mungkin, katanya tegas, secara ethis ini akan menimbulkan skandal, secara praktis pasti akan mengakibatkan krisis moral dan dari segi hukum bisa diancam sebagai mengkampanyekan Oedipus Kompleks, karena termasuk barang impor yang tidak sesuai dengan politik kepribadian kita. Dus resikonya sangat berat.
  
Lho tidak apa, Dokter. Itu malah bagus, ini kan eksperimen, makin banyak tantangannya, akan makin tinggi nilainya sebagai pencarian.  Ini adalah sebuah revolusi yang tak berdarah dan murah.  Sebuah kebangkitan nasional tanpa pembunuhan, kecuali memanfaatkan orang yang sudah dibunuh oleh Tuhan.
  
Dokter tetap menggeleng.  Tidak, katanya, aku tidak berambisi bikin revolusi, tidak mau ikut menanggung resikonya.  Meskipun aku edan, aku belum gendeng.  Jadi aku tidak bisa selalu mengatakan bisa, bisa, meskipun memang bisa, karena masih ada factor-faktor X yang selalu aku perhitungkan di dalam pengembaraanku mencari kebahagiaan di dunia fana ini.
  
Ahhh sudah, sudah, dokter kok jadi sentimentil sekarang.  Sudah kerjakan saja, biar nanti saya yang menanggung akibatnya. Dokter tinggal menyumbangkan ketrampilan, tanggungjawabnya urusan saya, Anda harus bisa berpikir praktis.  Cobalah sedikit revolusioner Dokter.
  
Saya revolusioner, jiwa saya cukup revolusioner.
  
Tetapi dalam hati tok.  Itu tidak cukup.  Ayo pasang saja alat vital itu, kan mubazir kalau dibusukkan di tanah.  Coba apalagi yang bisa kita manfaakan.  Matanya?  Jantungnya?  Buah pinggangnya?  Atau giginya?
  
Dokter menggeleng.
  
Masalahnya begini,  Saudara Merdeka, jawabnya. Organ-organ tubuh ini memang kelihatannya baik, tetapi dia sudah terlatih untuk melakukan sesuatu dengan pola tertentu, pola berpikir almarhum. Ideologinya, filsafat hidupnya, gayanya, aksinya dan kebiasaan-kebiasaannya sudah terbina.  Sulit untuk mengubahnya lagi.  Saya bisa mencangkokkan ini di tubuh saudara, saudara Merdeka, tetapi saya tidak bisa menjamin bahwa dia akan bersedia tunduk di bawah perintah saudara.  Bayangkan kalau terjadi sebaliknya, kalau seandainya kemudian Anda sendiri yang diperintahnya.  Bayangkan,buat apa anda bernama Merdeka kalau pada akhirnya tidak merdeka? Ini baru satu resiko saja, yang lain ....?
Download : Naskah Monolog Sepi

0 comments:

Post a Comment

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More