Monday, February 20, 2012

Senyum Terpahit (Cerpen Cinta 2012)

SENYUM TERPAHIT
Cerpen Nur Chasanah

Sahabat adalah dia yang menghampiri saat dunia menjauh. .
Sahabat bagai bulan purnama yang bersinar saat malam. .

Aku tersenyum sengit mendengar puisi yang di baca temanku di depan kelas. karena aku teringat kejadian beberapa tahun yang lalu, kejadian itulah yang membuat aku tidak mudah percaya dengan orang lain.

Waktu itu aku masih duduk di bangku smp, aku tidak begitu peduli dengan yang namanya cinta. Aku mempunyai seorang sahabat yang sangat aku percaya semua masalah yang melanda aku, tidak segan-segan aku ceritakan semua masalah ku padanya, sebaliknya pun begitu.

Pagi itu adalah awal dari masalahku. Reva itulah nama sahabatku, tiba-tiba ia bercerita tentang ketua osis di sekolah kami.
“ Disa, aku tadi ketemu sama kak Ovan di gerbang depan.” Katanya dengan senyum lebar.
“sejak kapan kamu ngefans sama kak Ovan ?” jawabku sedikit meledek.
“ hmm. . sejak kita awal MOS. “ jawabnya tanpa ragu.
“ haha. . udah deh jangan ngimpi bisa dapet kak Ovan.” Ledekku.
“ iya sih, banyak juga kakak kelas lain yang lebih cantik dari aku. “ ekspresinya tiba-tiba berubah.
“ haha. . aku Cuma bercanda tahu.” Aku mencoba menghiburnya.
“ udahlah aku juga Cuma ngefans, nggak lebih.” Jawabnya.

Satu minggu kemudian Reva mendapat nomer hp kak Ovan, tanpa aku meminta dia pun juga memberi nomer hp kak Ovan kepadaku.
“ kenapa kamu kasih nomer kak Ovan ke aku ?” Tanyaku sedikit bingung.
“ nggak apa lah, buat koleksi.” Jawabnya dengan nada santai.

Aku hanya mengangguk dan menyimpan nomer itu di ponselku. Sepulang sekolah aku bertemu dengan kak Ovan di depan gerbang, tiba-tiba ia menghampiri aku.
“ nunggu di jemput dek ?” dia mengawali pembicaraan.
“ iya kak.” Jawabku singkat.
“ kenalin dek, aku Ovan.” Dia pun mulai memperkanalkan diri.
“ udah tahu kak.” Jawabku sinis, lalu aku melihat ayahku diseberang jalan, aku langsung berlari ke arah ayahku dan meninggalkan kak Ovan tanpa memperkenalkan namaku. Aku tidak menceritakan kejadian itu ke Reva, dan menurutku itu juga tidak terlalu penting.

Teeeeeett . . teett. .

Jam istirahat pun berbunyi, seperti biasa kita berdua pun langsung berlari ke markas besar para murid yaitu kantin sekolah. Aku mencari tempat duduk dan Reva bertugas membeli makanan. Reva duduk membawa dua mangkuk bakso dan dua gelas jus. Kami pun mulai menikmati makanan yang kami beli, setelah kenyang kita berdua tidak langsung kembali ke kelas, kita malah asyik membicarakan kakak kelas kami yang duduk di sudut kantin.
“ busettt. . dia tambah cantik aja ya va.” Aku memulai pembicaraan.
“ iya, dia tuh mantannya kak Ovan.” Jawabnya sedikit kesal.
“ oww. . lengkap juga ya info yang kamu dapet tentang kak Ovan.” Jawabku.
“ harus donk sekali kak Ovan tetap kak Ovan. “ jawabnya dengan tersenyum yakin.
“ ya whatever lah.” Jawabku singkat.
“ hah, itu kak Ovan.” Tiba-tiba Reva histeris.
“ haha. . dasar kamu. “ aku melempar tissue ke arah Reva.
“ yee biarin, ya ampun kak Ovan keren banget.” Reva tak sedikitpun berkedip melihat kak Ovan, aku hanya tersenyum melihat tingkah sahabatku itu. Ternyata kak Ovan berjalan ke arah kami, Reva pun semakin salah tingkah.
“ dek Disa.” Panggil kak Ovan kepadaku.

Aku dan Reva hanya terdiam kaget. (Darimana kak Ovan tahu nama ku ?) tanyaku dalam hati. Reva langsung pergi ke kelas. aku tak menghiraukan kak Ovan dan langsung mengejar Reva.
“ Reva tunggu. “ teriakku pada Reva. Dia tak sedikitpun menoleh padaku.

Matematika adalah mata pelajaran terakhir, aku tidak menghiraukan guru nyerocos dengan rumus-rumusnya di depan kelas karena aku sibuk meminta maaf pada Reva. Tiba-tiba terdengar suara nyaring dari pak Toni memanggil namaku, aku pun maju ke depan kelas dan menyanyi sebagai hukumanku. Sepulang sekolah aku tidak langsung pulang karena ada kelompok di rumah Reva. Aku, Reva, Sera, dan Yuna berjalan menuju ke rumah Reva. Di sepanjang kita semua berjalan aku berusaha meyakinkan Reva soal tadi siang kejadian di kantin, Reva pun mulai percaya padaku.

Satu bulan berlalu aku merasa Reva sedikit menjauhiku. Dia tidak lagi bercerita tentang kak Ovan, aku pun sedikit penasaran.
“ hmm. . gimana kak Ovan ? udah lama kamu nggak cerita tentang pangeran kamu itu.” Tanyaku tanpa basa-basi.
“ hmm. . aku udak nggak contak sama dia lagi.” Jawabnya tanpa ekspresi, aku pun tidak bertanya lebih jauh lagi. Malam hari saat aku sibuk dengan tugas sekolah, tiba-tiba terdengar ponselku berbunyi. Aku sangat kaget, nama yang muncul di layar ponselku nama kak Ovan. Tanpa fikir panjang aku langsung mematikan ponselku dan melanjutkan aktifitasku. Saat menjelang tidur bayangan kak Ovan menghantui aku. (hihhhhh pergi donk kak dari pikiranku, Reva aja yang kakak hantui, jangan aku !) aku berusaha mengusir kak Ovan dari fikiranku.

Hari sabtu itu adalah hari yang di nanti-nanti, hari itu puncak kami berada di kelas satu smp. Kami semua bersorak gembira saat mengetahui hasil kita belajar selama satu tahun sangat memuaskan, mereka semua langsung merencanakan waktu untuk mengisi liburan mereka, aku langsung menjauh dari kerumunan mereka. Dan berlari menuju ke toilet. Ketika keluar dari kamar kecil aku di kagetkan dengan berdirinya kak Ovan tepat di depan ku.
“ dek kenapa kamu sepertinya nggak suka sama aku." Aku sangat kaget dengan ucapannya.
“ aku. . aku. . "
“ kamu nggak enak sama dek Reva ?” potongnya yang semakin menyudutkanku.
“ maaf kak, maksud kakak apa sih ?” jawabku sedikit bingung.
“ dek aku suka sama kamu.” Kata itu adalah yang dinanti Reva.
“ kakak tuh belum kenal aku kak.” Jawabku sedikit menghindar.
“ makannya berii aku kesempatan buat kenal sama kamu.” Jawabnya serius.
“ hmm. . kak, kakak kan tahu kalau Reva yang suka sama kakak, dan yang harusnya kakak suka juga Reva bukan aku.” Jawabku sedikit gemetar.

Aku segera melangkah pergi menjauhi kak Ovan. Reva ternyata mengetahui yang telah terjadi selama ini kalau kak Ovan ternyata suka sama aku. Dan dia juga tahu kalau kak Ovan mengungkapkan rasa padaku. Aku menjelaskan semua pada Reva, tapi Reva hanya tersenyum dan pergi meninggalkan aku. Hari-hari yang aku lewati semasa liburan sangat membosankan.

Lalu aku merencanakan untuk pergi ke pantai bersama kedua kakakku dan menyewa Villa. Hari pertama di Villa aku gunakan untuk jalan-jalan ke pantai, langkahku tak tentu dan tanpa sengaja aku menabrak seseorang.
“ maaf.. maaf.. aa” aku tidak melanjutkan kalimat yang aku ucapkan. Karena yang aku tabrak adalah kak Ovan.
“ kakak ngikutin aku ya kak ?” tuduhku.
“ ge-er banget kamu dek.” Jawabnya sedikit meledek, wajahku memerah karena malu, aku mulai melangkahkan kakiku untuk meninggalkan kak Ovan tapi aku hentikan dan aku berbalik badan dan berbicara lagi dengan lelaki itu.
“ kak, Reva masih menanti kakak.” Aku tidak tahu mengapa aku mengucapkan hal itu. Tapi tanpa aku sadari ternyata aku juga mempunyai rasa dengan kak Ovan.
“ kalau dek Disa masih menanti aku nggak ?” Tanya kak Ovan, aku langsung berbalik dan tersenyum lebar. Aku langsung berlari kencang dan meninggalkan dia sendiri.

Tanpa sepengetahuanku ternyata Reva iri padaku. Dia memfitnah aku di depan guru matematika kalau aku tidak suka mata pelajaran itu. Guru itu pun langsung percaya padanya karena di kelas satu aku pernah mendapat hukuman karena aku berusaha minta maaf pada Reva. Dan guru matematika itu beranggapan kalau aku bicara dalam pelajarannya, aku langsung di panggil di ruang guru dan mendapat teguran, aku sangat bingung saat itu. Aku bercerita semuanya ke Reva, Reva hanya diam. Aku mulai menaruh curiga padanya, tapi aku tepiskan rasa curiga ku, karena tidak mungkin sahabatku bertindak seperti itu.

Tidak hanya pada guru, pada kak Ovan Reva juga memfitnahku, ia bercerita bahwa aku menghindari kak Ovan karena kak Ovan ternyata memiliki penyakit asma. Hal yang tidak pernah aku tahu sebelumnya. Aku merasa aneh dalam satu minggu itu satu per satu orang yang aku sayangi menghindari aku. Sore hari aku menghibur diriku, dengan berjalan-jalan di sekitar rumahku. Aku melihat kak Ovan bersepeda dengan Reva. (kenapa kak Ovan bersepeda dengan Reva melewati rumahku ya ?). matahri sedikit-demi sedikit menyembunyikan sinarnya, aku memutuskan untuk pulang dan di depan pintu rumah, aku melihat Sera tengah ketakutan. Aku mengageti dia dari belakng.
“ heii. .” aku tersenyum melihat ekspresinya.
“ ah. . Dii. . sa . .” Dia menyebut namaku dengan terbat-bata.
“ ayo masuk, masak di luar aja.” Ajakku.
“ nggak usah dis.. aku Cuma mau ngasih tahu yang sebenarnya terjadi.” Jawab Sera, aku mulai bingung, Sera pun menceritakan semuanya padaku yang sebenarnya terjadi antara aku dengan pak toni, dan kak Ovan.

Aku sangat terkejut mendengar kalimat per kalimat yang keluar dari mulut gadis berambut pirang itu. aku hanya terdiam membisu dan aku tidak menyangka sahabat yang selama ini aku percaya berbuat setega itu demi cinta. Aku pun mulai menjauhi Reva sampai pada aku masuk ke sekolah yang lebih tinggi.

Aku tidak pernah menegurnya lagi. aku tidak pernah bercanda, berbagi pengalaman dengannya. Aku juga tidak pernah bercerita yang sebenarnya pada kak Ovan, aku hanya berharap dia tidak pernah membenci aku dan dia sadar siapa sebenarnya Reva. Inilah kisah persahabatanku yang berakhir dengan penghianatan.

Baca  Juga Cerpen Cinta yang lainnya.

0 comments:

Post a Comment

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More