GOTTA FIND YOU (Part I)
Cerpen Rahmi Yulia
“Kring,kring,kring….”. suara menjengkelkan itu terdengar lagi. Sudah enam kali suara yang sangat menganggu itu terdengar. Dengan perasaan malas aku mematikan suara yang muncul dari jam weker ku tadi. “Masih jam setengah enam”, batinku. Kemudian aku menyeret kakiku ke kamar mandi untuk mengambil wudhu.
Setelah shalat aku kembali merebahkan badanku ketempat tidur. Baru sebentar aku memejamkan matak, tiba-tiba handphone-ku berbunyi. Dengan mata tertutup aku mematikan nada handphone-ku. Aku melihat message yang masuk ke kotak pesan. “Hai…”. “Nomor baru”, batinku. Aku tidak mengacuhkan pesan itu. Aku kembali melayang dalam tidurku. Beberapa jam kemudian setelah aku terlelap, tiba-tiba handphone-ku berbunyi lagi. Nomor yang sama. Kuangkat panggilan masuk dari handphone-ku tadi. Tidak terdengar suara apa-apa diseberang sana. “Halo..”, jawabku. Masih tidak ada jawaban. Lalu ku tutup telponku dengan perasaan jengkel.
Aku bangkit dari tempat tidur menuju kamar mandi. Hari ini jadwal les ku pukul 10.00 WIB. Aku segera mempersiapkan diriku. Entah kenapa hari ini mood-ku begitu tidak baik. Aku pergi ketempat les dengan wajah lesu.
***
Hari ini benar-benar melelahkan. Sepulang les aku kembali merebahkan tubuhku ditempat tidur setelah shalat zuhur. Tiba-tiba handphone ku berbunyi lagi. “Nomor itu lagi”. Sudah lima belas kali nomor itu menghubungi ku. Selalu aku reject. Tapi, sekarang kesabaranku telah habis. Aku menjawab telpon dengan rasa jengkel.
“Halo”, jawabku dengan suara sedikit membentak.
“Ya, halo”, jawab suara laki-laki diseberang sesaat setelah aku berbicara..
Keningku sedikit berkerut. Suara seorang laki-laki, yang menurutku umurnya tidak jauh beda denganku, ku ketahui itu lewat suaranya.
“Ini siapa?”, balasku.
Ia tidak menyebutkan namanya, tapi malah berbalik menanyakan namaku. Dengan tetap mempertahankan amarahku aku tidak menjawab pertanyaannya. Tapi ku balas dengan menutup telpon dengan alasan aku sedang belajar.Sungguh, hari ini benar-benar menyiksa ku. Dimulai dari mood-ku memang tidak bersahabat, saat les aku ditegur karena ketiduran, hingga ada orang yang mengerjaiku.
Lagu “Gotta find you dari Jonas brother” berbunyi. “Telepon masuk lagi”, pikirku. Aku lelah, tapi aku juga tidak ingin diganggu. Aku kembali mengangkat telpon. Ternyata orang yang sama yang menelponku tadi, ia langsung berbicara.meminta maaf, mengenalkan namanya, dan memberi tahu tujuannya menghubungiku. Aku heran, tak disangka ia ingin mengenalku. Dan yang lebih mengherankan lagi ia ingin mengenalku lebih jauh.
Hampir beberapa bulan ini aku tidak ingin mengenal laki-laki. Aku takut, aku tak ingin disakiti. Tapi entah mengapa saat ini aku membuka diri setelah berpikir panjang. Aku tidak menolak untuk berteman dengannya. “Toh, hanya sekedar berteman apa salahnya”, jawabku.
***
Setiap hari dan setiap waktu aku selalu berkomunikasi dengan laki-laki yang terakhir kali kuketahui namanya “Angga” itu. Kami berbincang mengenai aktivitasku, kesukaanku, apa yang aku alami setiap hari termasuk yang dia alami dan mengenai dirinya.
Lambat laun, aku mulai nyaman dengan “Angga”. Setiap perkataanku selalu mendapat respon yang menyenangkan darinya. Begitu juga “Angga”. Sejak mengenalku lewat handphone, ia jauh berubah dari sebelumnya. Dahulunya ia sering merokok, setelah mengenalku ia merubah kebiasaannya itu. Dahulu ia sering meninggalkan shalat, sekarang ia lebih taat dalam beribadah. Hal itu ku ketahui dari pengakuannya padaku.
Apakah sekarang aku harus membuka hatiku untuk orang lain? Apakah ini saatnya aku menerima orang lain di hatiku?
***
Telah empat bulan berlalu. Aku dan Angga semakin dekat. Dan status hubunganku dengannya pun telah berubah. Tapi ada hal yan mengganjal dalam hatiku. Selama ini aku tidak pernah bertemu dengannya, aku hanya menjalin hubungan lewat handphone saja. Aku ingin sekali bertemu dengan orang yang telah menghiasi hari-hari ku. Bertemu dengan orang yang telah membantuku dari keterpurukanku.
Suatu hari aku, aku memintanya untuk bertemu denganku di kota tempat tinggal aslinya. Kebetulan juga aku les di kota itu. Tapi dia tidak bisa karena tugas kuliahnya yang menumpuk. Aku mencoba untuk memahami,karena aku tahu bahwa tugas saat kuliah itu sangat banyak. Aku pun harus mempersiapkan diri untuk mengikuti SNMPTN.
***
Aku sangat sedih saat nomor SNMPTN ku tidak keluar, itu berarti aku tidak lulus ujian masuk perguruan tinggi. Aku sangat kecewa. Aku berpikir bahwa usahaku selama ini hanya sia-sia saja. Untuk apa aku mengikuti bimbingan belajar selama ini jika ujungnya aku tidak lulus. Ah! Aku benar-benar marah pada diriku.
Aku menceritakan semua keluh kesahku pada Angga. Tapi dia tidak marah atau mencemoohkanku. Dia malah menyemangatiku. Dia bilang tidak ada yang sia-sia. Aku pun kembali bersemangat. Masih ada jalan lain yan bisa ku tempuh. Seperti kata pepatah : “Tidak satu jalan ke Roma”.
Dengan tekad yang kuat untuk kuliah, aku mengikuti ujian mandiri yang diadakan salah satu Universitas di Padang. Aku optimis akan lulus, karena ujiannya hanya diambil dari nilai raport. Dan ku pikir nilai raport-ku cukup baik.
***
Semua perjuanganku telah menemui takdirnya. Aku lulus ujian mandiri yang aku ikuti. Dan sekarang dua bulan sudah aku mengikuti perkuliahan. Aku lebih memilih kampus yang ada di kota kelahiran Angga.
Karena masih membawa status “mahasiswa baru”, tentu saja siksaan dari para senior belum selesai. Di mulai dari ospek, pengakraban menuju lingkungan kampus, hingga meminta tanda tangan. Semua itu ku lalui dengan relax. Disini aku juga memiliki banyak teman. Ku akui karena sifatku yang mudah bergaul membuat teman-temanku senang berteman denganku, itu asumsiku saja.
Disini aku juga memiliki teman satu kost yang kukenal sejak daftar ulang. Namanya Bunga. Bunga teman yang baik, sedikit pendiam, dan manja. Aku juga memiliki dua teman yang juga dekat denganku, yaitu Citra dan Lestari. Citra memiliki sifat blak-blakan, senang berbicara, dan sedikit tomboy. Sedangkan Lestari pendiam, lembut, dan sungguh baik hati.
***
To be continued
Setelah shalat aku kembali merebahkan badanku ketempat tidur. Baru sebentar aku memejamkan matak, tiba-tiba handphone-ku berbunyi. Dengan mata tertutup aku mematikan nada handphone-ku. Aku melihat message yang masuk ke kotak pesan. “Hai…”. “Nomor baru”, batinku. Aku tidak mengacuhkan pesan itu. Aku kembali melayang dalam tidurku. Beberapa jam kemudian setelah aku terlelap, tiba-tiba handphone-ku berbunyi lagi. Nomor yang sama. Kuangkat panggilan masuk dari handphone-ku tadi. Tidak terdengar suara apa-apa diseberang sana. “Halo..”, jawabku. Masih tidak ada jawaban. Lalu ku tutup telponku dengan perasaan jengkel.
Aku bangkit dari tempat tidur menuju kamar mandi. Hari ini jadwal les ku pukul 10.00 WIB. Aku segera mempersiapkan diriku. Entah kenapa hari ini mood-ku begitu tidak baik. Aku pergi ketempat les dengan wajah lesu.
***
Hari ini benar-benar melelahkan. Sepulang les aku kembali merebahkan tubuhku ditempat tidur setelah shalat zuhur. Tiba-tiba handphone ku berbunyi lagi. “Nomor itu lagi”. Sudah lima belas kali nomor itu menghubungi ku. Selalu aku reject. Tapi, sekarang kesabaranku telah habis. Aku menjawab telpon dengan rasa jengkel.
“Halo”, jawabku dengan suara sedikit membentak.
“Ya, halo”, jawab suara laki-laki diseberang sesaat setelah aku berbicara..
Keningku sedikit berkerut. Suara seorang laki-laki, yang menurutku umurnya tidak jauh beda denganku, ku ketahui itu lewat suaranya.
“Ini siapa?”, balasku.
Ia tidak menyebutkan namanya, tapi malah berbalik menanyakan namaku. Dengan tetap mempertahankan amarahku aku tidak menjawab pertanyaannya. Tapi ku balas dengan menutup telpon dengan alasan aku sedang belajar.Sungguh, hari ini benar-benar menyiksa ku. Dimulai dari mood-ku memang tidak bersahabat, saat les aku ditegur karena ketiduran, hingga ada orang yang mengerjaiku.
Lagu “Gotta find you dari Jonas brother” berbunyi. “Telepon masuk lagi”, pikirku. Aku lelah, tapi aku juga tidak ingin diganggu. Aku kembali mengangkat telpon. Ternyata orang yang sama yang menelponku tadi, ia langsung berbicara.meminta maaf, mengenalkan namanya, dan memberi tahu tujuannya menghubungiku. Aku heran, tak disangka ia ingin mengenalku. Dan yang lebih mengherankan lagi ia ingin mengenalku lebih jauh.
Hampir beberapa bulan ini aku tidak ingin mengenal laki-laki. Aku takut, aku tak ingin disakiti. Tapi entah mengapa saat ini aku membuka diri setelah berpikir panjang. Aku tidak menolak untuk berteman dengannya. “Toh, hanya sekedar berteman apa salahnya”, jawabku.
***
Setiap hari dan setiap waktu aku selalu berkomunikasi dengan laki-laki yang terakhir kali kuketahui namanya “Angga” itu. Kami berbincang mengenai aktivitasku, kesukaanku, apa yang aku alami setiap hari termasuk yang dia alami dan mengenai dirinya.
Lambat laun, aku mulai nyaman dengan “Angga”. Setiap perkataanku selalu mendapat respon yang menyenangkan darinya. Begitu juga “Angga”. Sejak mengenalku lewat handphone, ia jauh berubah dari sebelumnya. Dahulunya ia sering merokok, setelah mengenalku ia merubah kebiasaannya itu. Dahulu ia sering meninggalkan shalat, sekarang ia lebih taat dalam beribadah. Hal itu ku ketahui dari pengakuannya padaku.
Apakah sekarang aku harus membuka hatiku untuk orang lain? Apakah ini saatnya aku menerima orang lain di hatiku?
***
Telah empat bulan berlalu. Aku dan Angga semakin dekat. Dan status hubunganku dengannya pun telah berubah. Tapi ada hal yan mengganjal dalam hatiku. Selama ini aku tidak pernah bertemu dengannya, aku hanya menjalin hubungan lewat handphone saja. Aku ingin sekali bertemu dengan orang yang telah menghiasi hari-hari ku. Bertemu dengan orang yang telah membantuku dari keterpurukanku.
Suatu hari aku, aku memintanya untuk bertemu denganku di kota tempat tinggal aslinya. Kebetulan juga aku les di kota itu. Tapi dia tidak bisa karena tugas kuliahnya yang menumpuk. Aku mencoba untuk memahami,karena aku tahu bahwa tugas saat kuliah itu sangat banyak. Aku pun harus mempersiapkan diri untuk mengikuti SNMPTN.
***
Aku sangat sedih saat nomor SNMPTN ku tidak keluar, itu berarti aku tidak lulus ujian masuk perguruan tinggi. Aku sangat kecewa. Aku berpikir bahwa usahaku selama ini hanya sia-sia saja. Untuk apa aku mengikuti bimbingan belajar selama ini jika ujungnya aku tidak lulus. Ah! Aku benar-benar marah pada diriku.
Aku menceritakan semua keluh kesahku pada Angga. Tapi dia tidak marah atau mencemoohkanku. Dia malah menyemangatiku. Dia bilang tidak ada yang sia-sia. Aku pun kembali bersemangat. Masih ada jalan lain yan bisa ku tempuh. Seperti kata pepatah : “Tidak satu jalan ke Roma”.
Dengan tekad yang kuat untuk kuliah, aku mengikuti ujian mandiri yang diadakan salah satu Universitas di Padang. Aku optimis akan lulus, karena ujiannya hanya diambil dari nilai raport. Dan ku pikir nilai raport-ku cukup baik.
***
Semua perjuanganku telah menemui takdirnya. Aku lulus ujian mandiri yang aku ikuti. Dan sekarang dua bulan sudah aku mengikuti perkuliahan. Aku lebih memilih kampus yang ada di kota kelahiran Angga.
Karena masih membawa status “mahasiswa baru”, tentu saja siksaan dari para senior belum selesai. Di mulai dari ospek, pengakraban menuju lingkungan kampus, hingga meminta tanda tangan. Semua itu ku lalui dengan relax. Disini aku juga memiliki banyak teman. Ku akui karena sifatku yang mudah bergaul membuat teman-temanku senang berteman denganku, itu asumsiku saja.
Disini aku juga memiliki teman satu kost yang kukenal sejak daftar ulang. Namanya Bunga. Bunga teman yang baik, sedikit pendiam, dan manja. Aku juga memiliki dua teman yang juga dekat denganku, yaitu Citra dan Lestari. Citra memiliki sifat blak-blakan, senang berbicara, dan sedikit tomboy. Sedangkan Lestari pendiam, lembut, dan sungguh baik hati.
***
To be continued
Baca Juga Cerpen Cinta yang lainnya.
0 comments:
Post a Comment