Cerpen Indah Betharia
Angin sore menerpa wajahku yang sedang santai di pantai melamunkan hal yang tidak seharusnya aku lamunin. Hal itu yang sudah membuatku galau belakangan. Apalagi kalau bukan jatuh cinta? Ya, aku jatuh cinta disaat-saat terakhirku di sekolah. Sebenarnya sudah 3 tahun aku mengenalnya dan selama 3 tahun itu kita selalu saja satu kelas, tapi tidak pernah ada perasaan seperti yang aku rasakan sekarang.
“Hai Deta..”, sapa seseorang disampingku mengagetkanku dan membuyarkan semua lamunanku. Ternyata Riko yang menghampiriku, cowok yang menjadi sahabatku dan ternyata diam-diam menyimpan rasa terhadapku setelah dia putus dengan pacarnya. Bahkan dia sempat mengungkapkan perasaannya padaku.
“Ada apa? Ngapain kamu kesini?”, tanyaku ketus karena semenjak aku mendengar kabar bahwa dia menaruh hati padaku, aku sudah tidak suka lagi dengannya.
“Kamu diundangan ulang tahun Aini g’?”, Tanya Riko basa basi.
“Iya. Kenapa?”,aku jadi teringat undangn Aini ternyata acaranya nanti malam.
“Mau berangkat sama aku g’ nanti malam?”, ajaknya padaku. Aku sendiri tidak yakin bisa datang ke acara itu, apalagi acaranya malam, sangat tidak mungkin rasanya.
“Aku g’ bisa datang, ada urusan di rumah. Aku pulang dulu ya”, kataku ketus dan langsung meninggalkan Riko di pantai sendirian.
Aku adalah seorang siswi SMA kelas tiga yang baru selesai menempuh ujian akhir nasional. Dan hari-hariku di SMA sudah tinggal sedikit lagi, karena kita hanya menunggu pengumuman pelulusan saja. Meski siswa-siswa sudah diperbolehkan tidak usah masuk sekolah, aku tidak akan menyia-nyiakan waktu terakhirku bersama teman-teman.
***
Hari itu aku berniat berfoto-foto bersama teman-teman. Aku sengaja membawa kamera untuk berfoto bersama teman-temanku sebagai kenangan yang mungkin akan sangat dirindukan suatu saat nanti. Di saat aku sedang asyik berfoto-foto, Tiara dan gengnya melewati depan kelasku. Mereka adalah teman seangkatanku. Mereka memang cantik dan pintar, jadi g’ rugi lah kalau dia ngetop di sekolah. Meski begitu, aku mengenal Tiara bukan seorang wanita yang sombong, karena dia adalah wanita yang baik. Tapi ada yang aneh belakangan aku melihat Tiara. Ya, terasa aneh dengan sosok Dendi yang selalu bersamanya.
“Hei Tiara… Selamat ya.. Ternyata kalian sudah jadian”, sapa salah satu temanku. Hatiku berdetak kencang mendengar ucapan selamat itu. Rasanya badanku lunglai mendengarnya. Jika tak disadarkan temanku, mungkin kameraku sudah rusak terjatuh dari tanganku.
Aku langsung memalingkan mukaku dari Tiara dan teman-temannya karena aku tidak ingin ada satu orangpun yang tau tentang apa yang aku rasakan.
Ya, Dendi yang sudah membuatku sering melamun belakangan ini. Entah sejak kapan perasaan ini bermula. Semenjak aku disakiti oleh mantanku, aku tidak merasakan perasaan suka sama orang lain, dan ternyata Dendi yang berhasil mencuri hatiku, tapi bukan seperti itu yang sebenarnya aku inginkan. Cinta bertepuk sebelah tangan.
“Eh, kamu kenapa? Aku tahu kamu cemburu melihat Tiara dan Dendi”, sapa betha sahabatku.
“Eh, g’ ada apa-apa. Ayo foto-foto lagi”, kataku pada betha.
“Kamu tidak usah memalingkan pembicaraan. Kamu bisa membohongi yang lainnya, tapi kamu tidak bisa membohongi aku Deta. Aku sahabat kamu sejak lama, aku sudah paham betul seperti apa kamu.”, kata Betha.
Betha benar, aku tidak mungkin juga menyimpan ini sendiri, mungkin Betha bisa membantuku menenangkan pikiranku.
“Iya Beth.. Aku cemburu melihat mereka berdua. Entah sejak kapan perasaan ini bermula, tapi inilah yang aku rasakan belakangan ini, aku sering memikirkan dia. Entahah aku juga bingung. Dan aku baru tau ternyata dia sudah menjadi milik orang lain. Tapi kenapa harus dengan Tiara?”, kataku sedikit kesal.
“Ya… aku juga sedikit menyayangkan juga sih Dendi jadian sama Tiara. Karena aku tau sendiri seperti apa Tiara.”
“Bukannya Tiara udah punya dua cowok? Tapi kenapa masih sama Dendi juga? Dia mempermainkan Dendi Beth”, kataku pada Betha.
“Mereka jadian waktu ultah Aini. Sapa suruh kamu g’ datang”, kata Betha ketus.
“Jadi mereka baru jadian?”, tanyaku
“Iya. Tapi aku melihat Dendi juga tak begitu merespon Tiara. Udah deh Deta, kita ke kantin aja. Laper nih”, ajak Betha yang sudah kelaparan belum sarapan di rumah. Betha menarikku ke kantin, dan ku temui Dendi juga ada di kantin, tapi tidak ada Tiara disana.
“Nah, kesempatan nih ada Dendi juga. Sendirian lagi. Kesana yuk”, ajak Betha tanpa basa basi dulu padaku langsung saja menarikku ke meja dimana Dendi sedang duduk.
“Hai Den.. Sendirian aja. Gabung ya?”, pinta Betha.
Aku berusaha menutupi kegalauaku di depan Dendi. Bagaimanapun, Dendi tidak boleh tau tentang perasaanku yang sebenarnya.
“Wah… Yang baru jadian nih… Selamat ya”, Dendi hanya tersenyum.
“Eh, foto sama aku ya.. Buat kenang-kenangan”, dan aku menghampiri Dendi dan duduk disamping Dendi dan minta tolong Betha untuk mengambil gambar.
“Den, kamu ko’ mau sih sama Tiara?”, tanyaku nekad. Aku sendiri kaget kenapa aku harus menanyakan hal itu.
“Aku juga g’ tau Deta. Aku sendiri bingung dengan perasaanku”, selang beberapa menit Tiara datang menghampiri.
“Hmmm…. Lagi ngapain berdua?”, Tanya Tiara ketus.
“Berdua? Aku sama Betha juga ko’. Wah Tiara cemburu. Udah sana sama dia aja. Ntar aku dibilang merebut suami orang lagi”, kataku bercanda.
Dendipun pergi bersama Tiara. Aku tersenyum kecil melihat mereka yang tidak terlihat seperti pasangan yang serasi. Aku melihat ada yang beda pada Dendi, seperti tak ada gurat kebahagiaan pada dirinya.
“Beth, udah yuk ke kelas. BT aku disini”, ajakku pada Betha. Dan begitu aku beranjak menuju kelas, aku melihat pertengkaran di luar. Tiara sedang bertengkar dengan Nia. Apalagi kalau bukan masalah cowok? Pacar Tiara yang kedua adalah pacar Nia yang tidak lain adalah sahabatnya sendiri.
“Dasar penghianat”, kata Nia yang kudengar sangat keras. Aku menghampiri Nia yang terlihat sangat galau.
“Nia, ada apa?”, tanyaku berusaha menghibur.
“Dia tidak pernah mengerti perasaanku. Sekarang Dendi yang jadi korban mereka, selanjutnya siapa lagi?”, kata Nia dalam tangisnya dan langsung pergi meninggalkan aku.
Aku heran, Tiara yang selama ini aku kenal baik ternyata berubah. Apa sebenarnya maksudnya aku tidak tau.
Bel sudah berbunyi menandakan waktunya pulang. Seperti biasa aku menunggu kakakku menungguku di gerbang sekolah. Kudapati tontonan menarik di depan sekolah. Dua pacar Tiara datang menjemput Tiara dan Dendi juga di ajak Tiara duduk bersama mereka.
“Wah… Tontonan menarik nih.. Hebat ya Tiara bisa ngegaet 3 cowok sekaligus”, kata Andi teman sekelasku.
Aku melihat Dendi hanya duduk tak banyak bicara. Dan terlihat 3 cowok duduk menunggu Tiara yang sedang ada di dalam toko. Dan anehnya pacar pertama Tiara sedang ngobrol bersama pacar kedua Tiara. Dan kulihat Dendi hanya diam saja. Terlihat Dendi berdiri dan menghampiriku.
“Deta.. Lagi nunggu siapa?”, Tanya Dendi mendekatiku.
“Aku nunggu kakaku. Kamu sendiri? Lagi nunggu Tiara?”, tanyaku mengejek. Dendi hanya diam saja tak menjawab.
“Dendi.. Kamu tahu dua cowok yang sedang ngobrol berdua itu?”, tanyaku pada Dendi.
“Aku tau”, jawabnya singkat.
“Lalu kenapa kamu masih mau saja sama Tiara? Bukannya itu Cuma membuat kamu sakit hati? Dia memanfaatkan kamu Dendi’,kataku sok tau, tapi memang itulah kenyataannya.
“Aku tau Deta. Aku ingin terlepas dari dia”
“Tinggal kamu putusin saja kan”, tiba-tiba Tira menghampiriku.
“Lagi ngapain?? Awas ya selingkuh dibelakangku”, kata Tiara pada Dendi. Aku tertawa geli mendengarnya. Sudah jelas-jelas ada tiga cowok yang sedang menungguinya, tapi masih santai saja bilang seperti itu. Dan aku juga melihat Dendi hanya senyum saja. Sungguh aneh..
“Den, aku pulang dulu ya”, kata Tiara dan dia memilih pulang bersama teman-temannya. Dan aku lihat Tiara sudah berlalu dan begitu pula dengan dua cowok yang sedari tadi menunggu Tiara.
“Den, sebenarnya kamu sayang g’ sih sama Tiara?”, tanyaku nekad.
“Mungkin”, jawab Dendi singkat.
“Aku bingung sama kamu. Bisa-bisanya kamu mau dimanfaatin mereka. Kamu Cuma dipermainkan Dendi”, kataku pada Dendi
“Aku tau Deta. Aku juga ingin lepas dari dia. Tapi tidak semudah yang kamu bayangkan”, kata Dendi padaku. Dan aku lihat kakakku sudah datang menjemputku.
“Den, aku duluan ya.. Kakakku sudah datang”, kataku pamit pada Dendi dan aku berlalu meninggalkannya yang masih ada di gerbang sekolah.
***
Pagi itu, ketika aku sampai di sekolah, dan kudapati Dendi sedang duduk melamun di depan perpustakaan sekolah. Tapi aku tak menghiraukannya karena aku mencari Davi yang berjanji membantuku menyetakkan foto-fotoku.
“Dav, nih kameranya. Kemaren kamu janji mau nyetakin smuanya. Inget kan?”, kataku pada Davi.
“Pasti, tenang aja. Mungkin 3 hari lagi jadi.”, dan Deva mengambil kameraku dan akupun meninggalkannya. Aku masih melihat Dendi ada di depan perpustakaan, aku beranikan menghampirinya.
“Hai Dendi..”, sapaku pada Dendi yang sedari tadi terlihat melamun saja. Dendi membalas dengan senyuman.
“Boleh aku duduk disini?”, tanyaku pada Dendi. Dendi mengangguk mengiyakan.
“Kamu kenapa? Ada masalah?”, tanyaku pada Dendi.
“Iya, masalah perasaanku”, kata Dendi singkat.
“Masalah Tiara?”, tanyaku gugup.
“Boleh aku tanya sesuatu sama kamu?”, tanya Dendi kemudian tak menghiraukan pertanyaanku.
“Mau tanya apa?”, kataku.
“Kamu jawab jujur ya. Bagaimana perasaan kamu sama aku?”, aku kaget mendengar pertanyaan itu. Kenapa Dendi bertanya seperti itu padaku. Apa dia tau apa yang aku rasakan? Tapi dari siapa?
“Aku sudah tau bagaimana sesungguhnya. Tapi aku ingin dengar langsung dari kamu karena aku tidak yakin”, tukas Dendi.
“Aku suka sama kamu. Kamu itu orangnya baik, asyik”
“Hanya suka saja? Perasaan suka seperti apa itu?”, tanya Dendi memotong pembicaraanku. Aku bingung harus bilang apa. Tapi mungkin lebih baik aku katakan apa adanya.
“Aku sayang sama kamu”, kataku singkat.
Dendi tersenyum mendengarnya seolah tidak percaya pada apa yang aku katakan. Tak lama setelah aku katakan itu, Rani teman Rara lewat di depanku dan Dendi.
“Hmmm.. Awas ketahuan Tiara lo ya… aku aduin ntar”, kata Rani mengejek..
“Dendi, aku pergi saja. Lupakanlah apa yang aku katakan barusan, itu tidak penting. Aku takut ada masalah dengan Tiara. Aku tidak suka bermasalah dengan teman-teman.”, kataku dan langsung meninggalkan Tiara sebelum Rani benar-benar datang dan memaki-makiku.
Entah apa yang sudah aku katakan pada Dendi. Perasaan yang seharusnya aku simpan, aku ungkapkan pada Dendi di moment yang tidak tepat. Betapa bodohnya aku….
**
Aku mengurung diri di kamar merenungkan apa yang sudah aku katakana tadi pada Dendi.
“Apa yang ada dipikiran Dendi sekarang. Mau ditaruh dimana mukaku kalau ketemu Dendi? Seharusnya aku tak mengatakannya. Deta…Deta… Cari masalah saja kau”, kataku dalam hati. Tiba-tiba kakak mengetuk pintu kamarku.
“Deta, kamu di kamar?”, Tanya kakak dari luar kamar.
“Ada apa kak? Aku di kamar. Kakak masuk saja”, kataku
“Deta, kamu siap-siap ya. Besok pagi kita berangkat ke Jakarta. Kakak baru dapat telpon dari Jakarta kalau nenek sedang sakit disana”, kata kakak dan sontak aku kaget. Dengan begitu, waktuku bersama teman-teman sepertinya sudah sangat singkat. Tapi aku harus segera ke Jakarta bersama kakak. Tidak mungkin nenekku tergantikan teman-temanku.
“Iya kak, tapi Deta besok ke sekolah sebentar ya kak”, kataku pada kakak. Kakak mengangguk mengiyakan.
“Mungkin besok hari terakhirku bertemu Dendi. Dan aku akan sangat menyesal jika aku tetap seperti ini.”, Hatiku berkecamuk berfikir apa yang seharusnya aku lakukan. Hingga akhirnya aku mendapat ide untuk mengiriminya surat saja.
Dear Dendi…
Mungkin saat kamu membaca surat ini, aku sudah ada di Jakarta. Aku senang bisa punya teman seperti kamu. Tapi sangat disayangkan bisa-bisanya kamu mau diperlakukan seperti itu oleh Tiara. Padahal masih ada seorang cewek yang tulus mencintai kamu. Seandainya saja kamu tau itu. Tapi semuanya sudah terlambat. Kamu sudah terlampau masuk dalam permainan Tiara. Kamu terlampau bermain api, harus kamu padamkan sendiri.
Mudah-mudahan kamu sadar dan bisa tegas mengambil keputusan. Terima kasih fotonya. Foto itu akan jadi kenangan terindah dalam hidupku. Meski hanya foto saja. Dan akan selalu aku simpan foto itu. Lupakan saja yang kukatakan kemarin.
Terima kasih Dendi kamu sudah mau menjadi teman baikku.
Dear
_deta_
***
Pagi yang cerah namun tak secerah hatiiku. Aku sedih harus segera ke Jakarta di hari-hari terakhirku bersama teman-temanku. Padahal satu bulan lagi aku akan meninggalkan sekolah ini dan mungkin tidak akan bertemu lagi. Aku titipkan surat pada salah satu temanku. Tapi entah bagaimana caranya surat itu sudah dipegang Tiara. Dia menghampiriku yang beranjak pulang.
“Deta, ngapain ke Jakarta?”, Tanya Tiara ketus.
“Jenguk nenekku yang sedang sakit”, jawabku singkat.
“Apa maksud surat ini?”, Tanya Tiara menunjukkan surat itu dan menyobeknya pas di depan mukaku.
“Itu Cuma surat biasa saja Tiara. G’ ada apa-apa”, kataku berusaha santai untuk menutupi perasaanku yang sebenarnya campur aduk dan nano nano rasanya..
“Kamu mau merebut Dendi dari aku? Dasar cewek perebut cowok orang”, kata Tiara ketus.
Aku hanya tersenyum tipis mendengar kata-kata Tiara. Setelah banyak memakiku, Tiara pergi meninggalkanku dan akupun beranjak pulang karena mungkin kakakku sudah menungguku untuk segera berangkat ke Jakarta. Tapi tiba-tiba Nia memanggiku.
“Deta tunggu”, teriak Nia padaku.
“Ada apa Nia?”, tanyaku heran.
“Aku mendukung kamu. Aku tau kamu dan Dendi saling mencintai. Keliatan lagi dari tingkah kalian. Dan kalian pantas bersatu, bukan dengan Tiara. Kamu jangan dengarkan kata-kata Tiara tadi.”, kata Nia berusaha menghibur.
“Aku g’ ada apa-apa sama Dendi. Kita Cuma temenan saja. Lagian aku udah mau berangkat ke Jakarta.”, kataku santai.
“Aku tau perasaan kamu Deta”, kata Nia. Aku hanya tersenyum dan berpamitan padanya dan akupun berlalu meninggalkan sekolah tercinta yang penuh kenangan. Dalam perjalanan pulang, tidak terasa air mataku menetes.
“Mungkin hanya seperti ini saja cerita cintaku pada Dendi. Cinta memang tak harus memiliki. Biarlah aku selalu menyimpan perasaan ini sebagai kenangan yang terindah. Dan akan aku jadikan Dendi sebagai kenangan terindah pula”, kataku dalam hati.
***
Hari-hariku di Jakarta sangat membosankan dan yang terlintas dibenakku selalu saja Dendi, tapi aku tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Aku baru bisa kembali ke rumah dua hari sebelum pengumuman kelulusan.
Hari itu adalah pengumuman kelulusan. Aku berharap aku lulus dan harapan kedua Dendi mengerti perasaanku dan membalas perasaanku. Aku berharap dia mau mengatakn padaku kalau dia juga mencintaiku.
“Deta.. Kapan datang? Kangen”, kata Betha menyapaku.
“Baru kemaren. Kamu lihat Dendi g’?”, tanyaku bingung
“Yee… Ini baru datang langsung nanya’ Dendi. Tanya kabarku kek ato gimana gitu”, kata Betha iri.
“Beth, aku yakin kamu paling mengerti aku. Aku tidak ingin menyia-nyiakan waktu terakhirku Beth”, kata Deta dan meninggalkan betha berlari berusaha mencari Dendi.
“Deta tunggu”, teriak Deva. Aku baru ingat foto-fotoku yang aku titipkan sama dia.
“Deva.. Ya Ampun aku baru ingat kalau foto-fotoku ada di kamu semua. Udah jadi?”, tanyaku pada Deva.
“Iya, tapi ada klise yang digunting sama Tiara. Dia menemukan foto-foto kamu di tas aku. Dia liat ada foto kamu bersama Dendi, dia gunting-gunting deh sama klisenya juga”,kata Deva menyesali kelalaiannya.
“Udah g’ apa-apa. Sini aku lihat dulu”, kataku dan Deva memberikan foto-foto itu padaku. Dan ternyata fotoku yang bersama Dendi masih ada, Tiara salah ambil karena yang tergunting adalah fotoku bersama Andika.
Aku lega aku masih punya foto Dendi meskipun aku tidak bisa bersamanya. Dan ternyata banyak foto-foto Dendi. Aku kembali teringat Dendi, aku harus segera menemuinya.
Tapi belum menemukan Dendi, salah satu guru memanggilku untuk mengurusi kuliahku. Dan karena hal itu aku tidak banyak waktu main-main disekolah sampai aku jarang bertemu dengan Dendi lagi.. Aku pasrah saja, mungkin jalan cintaku sudah digariskan seperti ini. Perasaan ini mungkin memang seharusnya aku simpan sendiri tanpa ada yang tau dan mungkin aku tidak bisa memilikinya. Sepeti itulah cerita cintaku di sekolah, cinta yang hanya bisa kusimpan sendiri.
***
7 tahun kemudian
Tidak terasa studiku sudah selesai dan aku menemukan pasangan hidup yang sangat mencintaiku. Sudah sekitar 4 tahun aku tidak bertemu dengan Betha semenjak aku lulus sekolah karena kita memang kuliah ditempat yang berbeda. dan suatu hari, Betha mendapatkan alamatku. Dan dia mengajakku bertemu di suatu tempat.
“Betha……………”, teriakku memanggil betha yang sudah sekian lama g’ ketemu.
“Deta… Aku kangen banget sama kamu. Apa kabar?”, tanya betha padaku. Hari itupun aku melepas kangen dengan Betha dan ternyata Betha membawakanku undangan reuni sekolah yang sudah tinggal beberapa hari lagi.
“Kamu pasti datang kan Deta?”, tanya Betha padaku.
“Pasti dong.. Aku kan kangen banget sama teman-teman”, dan begitulah pertemuanku dengan Betha setelah sekian lamanya tak bertemu. Banyak hal yang aku ceritakan dengan Betha bahkan hal yang tak pernah aku tahu, baru aku ketahui setelah lama tidak bertemu. Mengenang masa-masa sekolah yang sangat indah dan kerinduanku pada teman-teman dan suasana sekolah akan segera terobati dengan adanya reuni ini.
***
Jam sudah menunjukkan jam 8 pagi. Hari itulah yang aku tunggu-tunggu dimana aku bisa bertemu dengan teman-teman lamaku. Aku berangkat dengan penuh semangat dan perasaan senang. Sesampainya di tempat acara, aku kembali bercanda gurau bersama teman-teman yang tidak pernah aku sangka-sangka sebelumya.
Ditengah canda gurauku bersama teman-teman, seseorang kembali datang dengan motor Mio putih dan memakai jaket merah. Wajahnya tak terlihat karena helm yang ia kenakan.
“Siapa tuh?”, tanyaku pada teman-teman. Teman-temanpun juga tidak mengenali siapa cowok yang datang. Tiba-tiba aku kaget ketika cowok itu membuka helmnya dan ternyata itu Dendi, cowok yang pernah aku suka dan yang paling aku rindukan dari teman-teman yang lain.
“Tuhan… Engkau telah mengabulkan permintaanku. Dia yang aku tunggu meskipun aku sudah tidak mungkin lagi bisa bersatu dengannya karena aku yakin diapun juga sudah menemukan pasangan hidupnya”, kataku dalam hati.
Dendi menghampiriku dan teman-teman. Dan menyapa satu persatu temanku dan termasuk aku. Dia terkesan lebih pendiam. Aku berusaha netral bersama teman-teman agar tak ada rasa yang aneh-aneh pada diriku. Tapi sebenarnya aku ingin sekali ngobrol hanya berdua dengannya untuk mengobati kerinduanku padanya. Tapi itu tidak mungkin. Sangat tidak mungkin. Tidak apa lah, yang penting aku bisa melihatnya saja. Dan akupun bercanda gurau bersama semua teman-teman, termasuk pula dengan Dendi meski ada perasaan canggung pada diriku tapi aku tetap usahakan netral saja, hingga aku akhirnya tidak canggung lagi dengannya.
Akupun menikmati acara reuni dengan santai. Ditengah-temgah acara, aku melihat Dendi sedang ngobrol bersama Betha. Entah apa yang mereka bicarakan, mereka terlihat sangat serius. Di akhir acara, Betha menghapiriku.
“Deta, Dendi ingin bicara sama kamu. Kamu bisa kan?”, tanya Betha padaku.
“Ada apa?”, tanyaku penasaran.
“Udah mau aja, g’ pa-pa kan. Tuh dia udah menuju kursi kita”, kata Betha padaku.
“Hai Deta.. Boleh ikutan duduk disini?”, tanya Dendi padaku. Dan aku mengangguk mengiyakan dan diapun duduk disampingku.
“Senang bisa bertemu lagi”
“Iya, aku juga senang banget. Terima kasih Betha atas usaha kamu mengadakan reuni ini”, kataku pada Betha.
“Aku ke temen-temen panitia dulu ya.. Kalian disini saja”, kata Betha dan meninggalkan aku berdua saja dengan Dendi. Dengan hanya berdua saja, aku semakin gugup dan tak keluar banyak kata dari diriku.
“Tiara g’ datang ya?”, tanyaku pada Dendi.
“G’ ada tuh.. Hmmm.. Jadi ingat Tiara. Aku selalu mengingat pengalamanku dulu saat aku dijadikam taruhan sama Tiara. Sangat menyakitkan”, kata Dendi bercerita.
“Sebenernya kamu sayang g’ sih sama Tiara?”, tanyaku ngelantur.
“Awalnya ia, tapi itu hanya perasaan suka saja. Karena waktu itu aku mencintai teman sekelasku, kata Dendi tersenyum.
“Oya, siapa? Temen kita dong!”, balasku.
“Dia pernah menitipkan surat untukku sebelum dia berangkat ke Jakarta, tapi ternyata surat itu jatuh ke tangan Tiara. Sampai sekarang aku tidak tau apa isi surat itu”
“Oya…. Kaya’nya aku tau deh. Lalu?”, tanyaku antusias. Pada kenyataanya aku sadar siapa yang dia bicarakan karena surat yang dia maksud adalah surat dariku.
“Kamu bisa tebak g’ gimana perasaannya dia padaku waktu itu?”, tanyanya padaku.
“Aku tidak tau. Kenapa kamu malah tanya aku?”,
“Tadi kamu bilang tau sama cewek itu.”
“Iya sih, sapa tau kamu pernah tau ada tanda-tanda dia suka sama kamu ato gimana gitu”, kataku ngeles.
“Yang aku tau, aku cinta sama dia dan dia cinta pertamaku”, aku kaget saat Dendi bilang dia adalah cinta pertamanya.
“Lalu kenapa kamu tidak mengungkapkan perasaanmu dulu?”, tanyaku basa basi.
“Karena aku takut ditolak. Aku tidak punya keberanian mengungkapkannya”, kata Dendi
“Itu salahmu yang tidak bisa tegas dan jujur pada dirimu sendiri. Untuk apalagi disesali”
“Menurut kamu, jika aku mengungkapkannya apa dia akan menerimaku?”
“Menurutku dia akan menerima kamu”, kataku singkat
“Ya Allah.. Seandainya aku bisa memutar waktu kembali ke masa lalu, aku akan ungkapkan jika tau dia akan menerimaku”, kata Dendi lirih
“Sudah terlambat Den…”, kataku lirih pula.
“Kamu tau kan siapa cewek itu. Bisa kamu tebak siapa?”, kata Dendi memancing dan aku tau dia pura-pura tidak tau.
“Aku. Iya kan?”, kataku langsung.
“Hmmm… Aku menyesal tidak pernah mengungkapkannya. Dan sekarang aku tau kamu sudah punya pasangan, seolah aku tidak rela kamu dimiliki orang lain, tapi aku tidak bisa beruat apa-apa lagi. Yang jelas aku sudah lega, ternyata cintaku tidak bertepuk sebelah tangan”, kata Dendi tersenyum.
“Itu masa lalu Dendi. Sekarang kita sudah hidup di jalan kita masing-masing. Aku sudah punya pasangan hidup dan begitu juga dengan kamu. Kita akan tetap berteman, sampai kapanpun”, kataku pada Dendi.
Tidak hanya Dendi saja yang lega, akupun lega mendengar Dendi juga mencintaiku dan aku cinta pertamanya. Mungkin Dendi ingin waktu kembali berputar ke masa lalu, dan aku ingin kembali ke masa lalu dimana aku mencintainya meski hanya seminggu saja, tidak untuk selamanya, karena aku sudah bahagia dengan hidupku sekarang. Biarlah Dendi tetap menjadi masa lalu, dan akamn selalu terkenang dan akan selalu ada dihatiku.
Orang bisa berubah, pasangan bisa berbeda, tapi kenangan tidak akan pernah berubah.
0 comments:
Post a Comment